SUJUD
Rohadi Ienarta
mung sujud
bakal ngrumangsani
ana Langit
ngurung laku
(dikutip
dari Panjebar Semangat No. 31, 1
Agustus 1998)
Puisi Jawa modern yang berjudul “SUJUD”
karya Rohadi Ienarta hanya memiliki satu bait (pada) saja. Satu baitnya terdiri atas empat baris (gatra) dan setiap barisnya terdiri atas
dua kata. Berdasarkan cara penulisannya, puisi tersebut ditulis rata kiri.
Puisi ini memiliki guru wilangan
(jumlah wanda ‘suku kata’ dalam
setiap baris geguritan) yang berbeda
di tiap-tiap barisnya, baris pertama 3 wanda,
baris kedua 6 wanda, baris ketiga 4 wanda, dan baris keempat 4 wanda. Guru lagu puisi di atas, berpola u – i – i – u. Ragam bahasa yang digunakan dalam puisi tersebut
adalah bahasa Jawa modern ngoko.
Puisi karya Rohadi Ienarta di atas,
memiliki pola u – i – i – u. Permainan
bunyi ini tampaknya membangun dan menghadirkan suasana imajinatif. Geguritan “SUJUD” termasuk geguritan yang mempunyai bentuk spasial
pendek dan sederhana. Penulisan Langit (dengan
huruf /l/ kapital) pada geguritan “SUJUD”
karya Rohali Ienarta merupakan contoh “penyimpangan” penggunaan huruf kapital.[1]
Hal ini merupakan sarana untuk memberi aksentuasif dan konotatif untuk kata langit, sehingga makna secara
keseluruhan puisi menjadi satu kesatuan yang kontekstual.
Puisi “SUJUD” mempunyai subjek
pengujaran ekstern, yaitu subjek pengujaran yang tidak hadir dalam wacana atau
tidak bertindak sebagai aku liris.[2]
Selain itu, puisi ini berjenis monolog. Bila dilihat secara sintaksis, subjek
ujaran “SUJUD” adalah sujud ‘bertelut’,
sekaligus menduduki subjek kalimat. Bakal
ngrumangsani ‘akan menginsyafi’ merupakan predikatnya dan Langit ‘langit’ sebagai objeknya. Kata sujud juga merupakan sebab yang
mengakibatkan bakal ngrumangsani / ana
Langit / ngurung laku ‘akan menyadarkan / adanya Langit / mengurung
langkah’.[3]
Dalam hal ini, saya mempunyai pandangan
lain, yaitu kata sujud memiliki arti
taat kepada-Nya/ manusia, bakal ngrumangsani
dan ana Langit memiliki kepaduan
makna yaitu akan mengingatkan seseorang terhadap adanya Sang Pencipta alam
raya. Pemilihan kata Langit menimbulkan
makna konotatif dalam puisi ini. Kata ngurung
laku bermakna membatasi tingkah laku atau perbuatan manusia di dunia, hal
ini karena terdapat majas yang membungkusnya. Pada akhirnya, puisi ini memiliki
kesatuan makna yang jelas yaitu sesuai konteks.
Tema puisi ini dibangun melalui kekuatan aspek spasial dan aspek kebahasaan yang membingkainya. Dengan aspek spasial dan aspek kebahasaan tersebut, puisi ini memiliki nilai estetik dan setiap orang memiliki pandangan atau pemaknaan yang berbeda-beda. Alur dan latar dalam puisi ini tidak muncul, karena bukan termasuk puisi yang bersifat naratif. Latar sosial yang dimunculkannya pun tidak tersurat di dalam teks puisi di atas, tetapi muncul bersama dengan kata leksikal yang membingkai pemaknaan, sehingga dapat dipahami isinya.
Tema puisi ini dibangun melalui kekuatan aspek spasial dan aspek kebahasaan yang membingkainya. Dengan aspek spasial dan aspek kebahasaan tersebut, puisi ini memiliki nilai estetik dan setiap orang memiliki pandangan atau pemaknaan yang berbeda-beda. Alur dan latar dalam puisi ini tidak muncul, karena bukan termasuk puisi yang bersifat naratif. Latar sosial yang dimunculkannya pun tidak tersurat di dalam teks puisi di atas, tetapi muncul bersama dengan kata leksikal yang membingkai pemaknaan, sehingga dapat dipahami isinya.
1 komentar
MAKASIH BOSS . . .
ReplyDelete